Minggu, 03 Januari 2010

perbedaan sex dan gender

Apa yang kalian ketahui mengenai sex dan gender?
Pada dasarnya kedua istilah tersebut (sex dan gender) itu berbeda pengertiannya. Jika kita berbicara mengenai istilah ‘sex’ berarti kita berbicara pria ataupun wanita yang pembedaannya berdasar pada jenis kelamin. Dalam kata lain, sex merujuk pada pembedaan antara pria dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti ini lebih sering disebut sebagai perbedaan secara biologis atau bersifat kodrati, dalam artian sudah melekat pada masing-masing individu semenjak lahir.
Karena itu manusia yang mempunyai kumis, jenggot, jakun, dan bentuk anatomi tubuh lain serta gen yang tidak dimiliki wanita, adalah seorang pria. Sebaliknya, manusia yang tidak mempunyai kumis, jenggot, jakun, tetapi mempunyai rahim, sel telur, dan bentuk anatomi serta gen yang tidak dimiliki pria, maka ia adalah seorang wanita.
Anatomi tubuh dan faktor gen tersebut bersifat kodrati karena bersumber langsung dari Tuhan. Karena hal-hal tersebut berasal dari Tuhan, maka apa yang membedakan pria dan wanita secara biologis tersebut tidak dapat dipertukarkan, seperti rahim yang tiba-tiba dimiliki pria, atau wanita bisa berjakun, dan sebagainya. Secara kodrati, bentuk anatomi tubuh pria dan wanita berbeda. Pria berbentuk seperti itu dan wanita seperti ini. Hal tersebut tidak dapat dipertukarkan. Karena pembedaan ini bersifat kodrati, maka keberlakuan dari pembedaan ini pun tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal pembedaan kelas masyarakat, dan berlaku di mana saja. Dampak dari hal ini adalah terciptanya nilai-nilai seperti kesempurnaan, kenikmatan, kedamaian, dan sebagainya sehingga menguntungkan pria dan wanita.
Lantas bagaimana dengan gender?
Ada suatu kalimat yang sangat familiar ketika kita masih duduk di Sekolah Dasar. Kalimat itu berbunyi: Bapak ke kantor dan Ibu ke pasar. Mungkin di benak kita muncul pertanyaan: bisakah Ibu yang pergi ke kantor dan Bapak yang pergi ke pasar? Dalam pembahasan gender, pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan : “Ya, tentu bisa!” Dan fenomena itu pun sudah sangat banyak sekali kita temui di jaman yang sekarang ini.
Pengertian gender juga masih berkutat antara pria dan wanita. Berbeda dengan ‘sex’, dalam gender perbedaan antara pria dan wanita lebih diciptakan oleh konstruksi lingkungan atau sosial yang ada. Pembahasan gender lebih menekankan pada karakteristik seperti perilaku, sikap, dan peran yang menempel atau ada pada pria dan wanita yang berasal dari konstruksi sosial. Karena itu, karakteristik tersebut (perilaku, sikap, dan peran) dapat dipertukarkan. Dalam hal ini, pria dapat berperan selayaknya pria namun juga bisa berperan sebagai wanita (menjalani nilai-nilai feminin: memasak, menjahit, menjaga anak, dan sebagainya). Sedangkan wanita juga dapat berperan sebagaimana seorang wanita, namun sudah banyak sekarang wanita yang menggeluti peran pria juga (menjalani nilai-nilai maskulin: menarik becak, bekerja di kantor sebagai wanita karir, supir Busway, dan sebagainya).
Oleh karena itu, karena gender tercipta dari konstruksi sosial, maka gender bersumber dari manusia atau masyarakat. Apa yang menjadi perbedaan antara pria dan wanita seperti harkat dan martabatnya dapat saling dipertukarkan. Pembedaan manusia seperti ini berdampak pada terciptanya norma-norma tentang ‘pantas’ dan ‘tidak pantas’ sehingga sering merugikan salah satu pihak yang mana kebetulan adalah wanita. Sebagai contoh yaitu, wanita tidak pantas menarik becak ataupun menjadi supir Busway. Wanita lebih pantas di rumah, memasak dan mengurus anak. Begitu pula dengan pria yang tidak pantas ke pasar dan mencuci piring di rumah. Pria lebih pantas berada di lapangan, bekerja, mencari nafkah, dan sebagainya. Namun, fenomena tersebut sudah semakin bergeser karena karakteristik pria dan wanita dalam gender dapat berubah, bersifat musiman.
Itulah perbedaan antara sex dan gender yang mungkin masih di permukaan. Hal tersebut penting untuk diketahui untuk memahami lebih lanjut mengenai fenomena-fenomena sosial yang semakin dinamis terkait dengan gender.
Sex dan gender menjadi hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut mengeni keterkaitannya. Terlebih gender yang dapat menciptakan adanya ketimpangan atau gap. Karena ternyata di dalam gender itu sendiri terdapat suatu ketimpangan peran yang memunculkan adanya tuntutan kesetaraan gender, rights of equality, gerakan-gerakan feminisme, dan sebagainya. Semoga di dalam tulisan selanjutnya kita dapat mendiskusikan hal tersebut.
________________________________________
Copy by: ardaiyene.wordpress.com

Minggu, 27 Desember 2009

Masyarakat Baduy

masyarakat baduy
Menyebut kata Badui mungkin orang langsung membayangkan sebuah suku masyarakat terpencil yang tinggal di pedesaan udik dan terisolasi dari berbagai perkembangan dunia yang semakin hari semakin mengglobal. Suku Badui yang terletak di wilayah selatan Provinsi Banten itu merupakan suatu kesatuan masyarakat yang terikat oleh kesamaan budaya, bahasa Sunda Badui, hidup berladang atau bercocok tanam, dan memegang teguh agama Sunda Wiwitan. Orang Badui memiliki model rumah panggung yang khas beratapkan daun lontar atau alang-alang dan berdindingkan anyaman bambu. Suku Badui memiliki karakteristik kehidupan unik yang tidak pernah berubah sejak beberapa abad yang lalu, jauh sebelum agama Hindu dan Islam masuk ke wilayahnya. Menariknya, pola hidup masyarakat Badui sampai saat ini tidak pernah berubah karena mereka ingin mempertahankan kekhasan mereka sebagai masyarakat yang unik, lain daripada masyarakat lain. Karena itu, Badui telah dijadikan salah satu aset wisata Banten, bahkan aset nasional yang perlu dipertahankan dan dipelihara. Kampung Badui persisnya terletak di pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak, Banten. Wilayah tempat Suku Badui tinggal seluas 5132 hektare telah ditetapkan sebagai daerah kekuasaan adat yang harus dilindungi, pada bagian utara berbatasan dengan Leuwidamar dan di selatan berbatasan dengan Malingping.
Dua Kelompok
Suku Badui terdiri atas dua kelompok, yakni orang Badui Dalam dan orang Badui Luar. Badui Dalam terdiri dari tiga kampung yakni Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawarna. Sedangkan Badui Luar terdiri dari 51 kampung. Penduduk Badui Dalam sebanyak 600 jiwa sedangkan Badui Luar sebanyak 7.140 jiwa, yang dikelompokkan sebagai bagian dari Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Jarak antara Badui Luar dan Badui Dalam relatif jauh dan ditempuh dengan jalan kaki melewati hutan rimba dan pegunungan. Kalau orang Badui sendiri untuk bisa sampai ke Badui Dalam hanya memerlukan waktu empat jam. Sementara kalau orang non Badui selama kurang lebih delapan jam. Penggunaan istilah orang Badui atau orang Kanekes, tidak lebih dari upaya orang-orang luar Badui memberi nama kepada kelompok masyarakat yang memang tinggal di sekitar Gunung Badui dan Sungai Cibadui itu. Untuk sebutan orang Kanekes, lebih disebabkan adanya Desa Kanekes yang membawahi seluruh perkampungan masyarakat Badui. Perlu diingat bahwa orang Badui bisa disebut orang Kanekes, namun orang Kanekes belum tentu orang Badui karena di Desa Kanekes juga terdapat perkampungan masyarakat non-Badui.
Bagi masyarakat Badui sendiri, tidak dikenal istilah orang Badui, orang Kanekes, Badui Dalam maupun Badui Luar. Masyarakat di sana menggunakan istilah urang tonggoh atau urang girang atau urang tangtu untuk menyebutkan Badui Dalam. Sedang untuk Badui Luar, mereka menggunakan istilah urang landeuh atau urang panamping. Istilah tersebut hingga saat ini masih dipergunakan. Orang Badui tidak akan menyebutkan dirinya dari Badui atau dari Kanekes. Mereka akan menyebutkan nama kampungnya, seperti urang Kaduketug untuk masyarakat Badui yang berasal dari Kampung Kaduketug atau urang Cibeo bagi yang berasal dari kampung Cibeo. Pola hidup yang dijalani dan dilakoni orang Badui memang sangat menarik untuk dipelajari. Hidup mereka memang sangat tradisional. Hal ini dapat kita lihat dari cara berpakaian mereka yang sederhana. Pakaian yang mereka gunakan memang sangat khas dan kita bisa langsung membedakan orang Badui Luar dari orang Badui Dalam. Orang Badui Luar biasanya memakai ikat kepala hitam, baju hitam, dan celana hitam. Sedangkan orang Badui Dalam, sering dan wajib aturannya memakai kain ikat kepala berwarna putih, baju putih, dan celana putih. Sementara mata pencaharian, baik Badui Dalam maupun Badui Luar pada umumnya adalah bercocok tanam atau berladang dengan sistem berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga memiliki kerajinan tangan seperti menenun dengan model tenunan sarung dan selendang khas Badui. Kesamaan lain antara Badui Dalam dan Badui Luar seperti larangan untuk memelihara hewan berkaki empat kecuali anjing karena digunakan untuk berburu. Hewan berkaki empat seperti sapi, kambing, kerbau, kuda, dan babi menurut mereka merupakan binatang yang merusak tanaman. Perbedaannya, Badui Dalam tidak pernah naik kendaraan kalau bepergian. Karena itu setiap kali ke Jakarta atau ke mana saja mereka harus berjalan kaki dan tidak menggunakan alas kaki, sandal atau sepatu. Sedangkan orang Badui Luar sudah mulai terbuka terhadap perkembangan seperti menggunakan alas kaki dan bisa naik kendaraan kalau bepergian. Orang Badui Luar bias berobat ke puskesmas kalau sakit, sementara orang Badui Dalam dilarang. Mereka menggunakan dukun kampung untuk menyembuhkan sakit. Pola rumah tinggal yang mereka gunakan juga sudah sedikit berbeda. Badui Dalam sama sekali dilarang untuk menggunakan paku dalam mendirikan rumah. Mereka hanya menggunakan tali untuk mengikat tiang rumah dan kerangka rumah lainnya. Sementara Badui Luar sudah bisa menggunakan paku untuk membuat rumah.
Harmonis
Kendati ada banyak hal yang berbeda, kehidupan orang Badui sangat harmonis dan penuh dengan kedamaian. Pola hidup gotong royong yang mereka terapkan membuat mereka hidup rukun. Mereka tampaknya sangat ramah, berbudaya, beradab, bahkan terhadap para wisatawan pun mereka memperlihatkan sikap ramah. Dalam sejarahnya belum ada orang Badui yang saling perang atau melakukan tindakan kriminal. Kenyataannya memang demikian, sesama orang Badui belum pernah terjadi saling membunuh, saling menipu, apalagi dengan orang luar Badui. Kebersamaan mereka sangatlah kuat. Mereka mengadakan upacara adat secara bersamaan, menanam padi dan panen bersamaan, serta banyak kegiatan lain yang memang sudah terjadwal untuk dilaksanakan secara serempak. Suku Badui mempunyai sistem pemerintahan yang sederhana namun efektif. Pusat pemerintahan dilakukan dari tiga kampung di Badui Dalam. Kampung Cikeusik, kampung paling selatan di Badui merupakan pusat pemerintahan yang mengurusi soal keagamaan dan adat istiadat. Kampung Cikartawana, (ci = air, karta = kota, wana = hutan), merupakan pusat pemerintahan yang mengurusi soal pertanian dan kesejahteraan masyarakat Badui. Terakhir adalah Kampung Cibeo yang letak geografisnya berada di tengah-tengah daerah Badui, menjadi pusat pemerintahan yang mengurusi bidang keamanan wilayah dan intelijen. Masing-masing ketiga kampung ini dipimpin oleh seorang kepala kampung yang diberi nama Puun
Perubahan
Sejak dibukanya terminal Ciboleger, Desa Kanekes sekitar tahun 1992 yang menghubungkan daerah Badui dengan daerah luar, membawa dampak yang tidak sedikit. Lancarnya transportasi ke Ciboleger membuat Ciboleger menjadi pasar raya bagi masyarakat Badui. Dari mulai gayung plastik, pakaian, sepatu, sabun, shampo, alat tulis menulis hingga makanan dan minuman seperti coca cola, teh botol hingga chiki dan mi instan, banyak tersedia di Ciboleger. Ditambah dengan banyaknya wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang dengan segala perilaku serta kebiasaan berbeda dengan masyarakat Badui. Hal tersebut tentunya membawa perubahan dalam pola hidup masyarakat Badui, terutama Badui Luar. Di setiap kampung kita sudah biasa menjumpai paling tidak satu buah warung. Tidak heran bila saat ini di Badui Luar banyak orang yang sudah memakai sandal jepit, menggunakan kantong plastik, makan mi instan dengan sambal botolan, mencuci perabotan menggunakan sabun colek, dan para wanitanya membersihkan diri di sungai dengan sabun wangi serta shampo saset. Kita tidak kesulitan meminta kertas dan ballpoin untuk menulis kepada penduduk Badui Luar, bahkan ada beberapa orang Badui Luar yang telah memiliki kartu nama sebagai media promosi diri dan daerahnya. Namun mereka tetap tidak mau merubah secara drastis adat serta budaya yang telah ada dengan segala konsekuensinya. Kondisi tersebut tidak akan kita jumpai di Badui Dalam yang hingga saat ini tetap memegang teguh adat istiadat, budaya serta kebiasaan para pendahulunya. Kita boleh merasa lega karena di Badui Dalam masih belum tergoyahkan oleh kemajuan teknologi dan zaman. Dengan terbukanya transportasi menuju wilayah Badui, semakin banyak wisatawan datang berkunjung ke daerah ini. Sembilan puluh lima persen wisatawan yang berkunjung adalah wisatawan lokal, selebihnya merupakan wisatawan mancanegara. Minimnya brosur dan pemberitaan tentang Badui membuat calon wisatawan luar negeri tidak sempat melirik kawasan wisata ini. Agar wisatawan dapat menikmati perjalanan sambil mendapat penjelasan yang benar tentang Badui dan mengingat kondisi medan yang lumayan berat serta banyaknya larangan atau pamali di wilayah Badui, maka sudah seharusnya mereka membutuhkan jasa pramuwisata atau guide sebagai pemandu serta jasa porter .

Senin, 30 November 2009

laporan seminar gue ni

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fenomena perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat dewasa ini menimbulkan bertambahnya perusahaan yang memasuki pasar jasa. Hal tersebut ditandai dengan munculnya perusahaan baru yang menghasilkan produk jasa yang hampir sejenis, dampaknya adalah semakin banyak produk jasa yang ditawarkan dalam bentuk pelayanan yang beragam. Kondisi demikian membuat pelanggan dihadapkan kepada berbagai alternatif pilihan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhannya, sementara dipihak perusahaan menimbulkan iklim persaingan yang semakin tinggi dalam mendapatkan pelanggan.
Demi kemajuan organisasi atau perusahaan maka dibutuhkan suatu organisasi yang berkaitan dengan komunikasi. Dalam hal ini, Public Relations yang merupakan bagian dari komunikasi tersebut yang dibutuhkan oleh suatu organisasi perusahaan.Public Relations, timbul karena adanya tututan kebutuhan. Dalam suatu organisasi atau perusahaan Public Relations mempunyai tujuan untuk memberikan kepuasan terhadap semua pihak yang berkepentingan.
Jadi Public Relations itu merupakan suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, niat baik (good will), kepercayaan, penghargaan dari dan pada publik suatu badan khususnya masyarakat umumnya.
Perpaduan kegiatan pemasaran ( Marketing ) yang berhubungan dengan kegiatan humas (Public Relations) dari suatu perusahaan.Untuk meningkatkan volume penjualan dan niat baik (good will) , kepercayaan, penghargaan dari dan pada publik suatu badan khususnya masyarakat umumnya.Sebagai upaya membangun image/citra perusahaan agar lebih bagus baik itu di dalam maupun di luar. Citra adalah salah satu asset terpenting dari perusahaan atau organisasi. Citra yang baik merupakan perangkat yang kuat bukan hanya untuk menarik konsumen untuk memilih produk atau jasa perusahaan, melainkan juga memperbaiki dan kepuasan konsumen terhadap perusahaan. Citra yang baik dapat mendukung aktivitas dari suatu organisasi.
. Untuk itu suatu perusahaan harus mencurahkan segala perhatian terhadap lingkungan guna mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan konsumen dan kemudian berusaha untuk memuasakan konsumen tersebut.
Peranan Marketing Public Relations itu sendiri merupakan perpaduan (sinergi) antara pelaksanaan program dan strategi pemasaran (Marketing Strategy Implementation) dengan aktifitas program kerja Humas ( work program of PR ) dalam upaya meluaskan pemasaran dan demi mencapai kepuasan konsumennya (custemer satisfaction).
Fungsi pemasaran tersebut sebagaimana dijabarkan dalam bauran pemasaran (marketing mix), yaitu: product, price, placement and promotion, yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan pemasaran ( marketing objectives ), salah satunya yaitu komitmen terhadap pelayanan purna jual, berkenaan dengan upaya mempertahankan (loyalitas) para pelanggannya dalam memberikan kualitas pelayanan prima (service of excellence). Mulai dari kiat dan teknik promosi penjualan produk yang memadukan kegiatan publisiting (suatu bentuk pengembangan kegiatan publikasi Public Relations dengan pendekatan jurnalistik dalam menginformasikan produk yang akan dilincurkan (preproject selling) kepada publiknya) hingga kiat melayani purna jual (after sales services) dan lain sebagainya.
Persaingan pelayanan terhadap pelanggan semakin ketat, unit-unit pelayanan perusahaan yang dahulu hanya terkesan memberikan pelayanan dengan seadanya kini dituntut mampu memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggan. Unit layanan yang mampu melayani kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan prima yang memiliki daya saing untuk mampu berbicara dalam bisnis jasa. Hal tersebut dijadikan tolok ukur untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan kepada perusahaan dalam hal layanan pelanggan.
Pelayanan prima (Service of Excellence) merupakan bagian dari customer relations yang lebih menitikberatkan pada kesan pertama dan good relationship. Hal tersebut karena kesan yang muncul pertama kali, sulit untuk dihilangkan. Pihak pelanggan atau customer akan menilai kredibilitas suatu perusahaan dari penampilan dan sikap public relations yang berhubungannya pada saat pertama kali pihak customer mengadakan kontak hubungan langsung dengan perusahaan yang diwakilinya.
Kesan pertama kali yang terbentuk dari implementasi service of excellence ini tidak hanya melalui pelayanan yang bersifat klerikal semata, artinya tidak hanya sebatas pada tindak courtesy (sikap santun) dalam tindak pelayanan semata, melainkan terkandung nilai yang berkaitan dengan rasa aman (secure) kepercayaan dan rasa puas (satisfaction) dari bentuk pelayanan itu sendiri.
Dengan demikian pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu . Untuk mencapai suatu pelayanan yang prima pihak perusahaan haruslah memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, mampu mengerti dan memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan serta memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional. Dengan demikian dapat dilihat bahwa untuk memberikan sebuah pelayanan yang prima kepada pelanggan bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi bila beberapa hal yang tersebut di atas dapat dilakukan, maka perusahaan yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat yang besar, terutama berupa kepuasan dan loyalitas pelanggan yang besar.
Suatu kualitas pelayanan merupakan kualitas yang harus dihubungkan dengan harapan pelanggan dan memuaskan pelanggan, dengan kata lain adalah penting mendengarkan suara pelanggan kemudian membantunya untuk memformulasikan kebutuhannya. Kemampuan profesional para pemberi jasa diuji pada bagian ini, sehingga unit layanan dalam menghasilkan produk jasa harus sesuai dengan harapan pelanggan. Pelangganlah yang berhak menilai kualitas dengan membandingkan apa yang diterima dan yang diharapkan.
Dalam menggunakan kesempatan pasar, dimana kesempatan yang baik dapat digunakan untuk meningkatkan volume penjualan. Untuk itu suatu perusahaan harus mencurahkan segala perhatian terhadap lingkungan guna mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan konsumen dan kemudian berusaha untuk memuasakan konsumen dalam memberikan pelayanan yang prima sebagai usaha untuk mencapai kepuasan dan loyalitas pelanggan, pihak produsen jasa dapat berpedoman pada variabel pelayanan prima (service excellence) yang dijelaskan oleh beberapa penulis. Menurut Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1985:41-50) dalam buku “A Conceptual Model of Service Quality and its Impication for Future Research,” terdapat 10 faktor yang menentukan kualitas layanan jasa, yaitu sebagai berikut: 1. Reliability, 2. Responsiveness, 3. Competence, 4. Acces, 5. Courtesy, 6. Commucation 7.Credibility, 8. Security, 9.Understanding/Knowing the customer, 10.Tangibles,
Sedangkan Menurut Parasuraman et.al., (1988) dan Zeithaml (1996) dari sepuluh dimensi layanan tersebut dikelompokan menjadi 5 (lima) utama sebagai penentu suatu kualitas pelayanan jasa, seperti yang dikutip Philip Kotler (2000:440). Pelayanan prima dapat diwakili oleh 5 variabel yang terdiri dari kehandalan (reliability), daya tanggap (responsivnenes), Jaminan (Assurance), Empaty (Empathy), nyata (Tangibles)
Berdasarkan pendapat kedua penulis dan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpukan bahwa untuk mencapai tingkat pelayanan yang prima maka produsen jasa harus mampu melayani pelanggan secara memuaskan, baik dengan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan (kehandalan para karyawan, daya tanggap, jaminan, empaty, ) maupun dengan memaksimalkan fasilitas-fasilitas penunjang (tangibles) (seperti :gedung, desain interior dan exterior serta peralatan/perlengkapan) yang mampu menimbulkan kenyamanan bagi konsumen. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa titik tumpu pelayanan prima terletak pada kemampuan produsen jasa untuk memberikan pelayanan secara optimal kepada konsumennya dengan menggabungkan kemampaun dari para staf dan memaksimalkan fasilitas-fasilitas penunjang. Berdasarkan pada penjelasan tersebut peneliti mengembangkan pelayanan prima menjadi 5 variabel, anatara lain :
1. Kehandalan (Reliability)
2. Daya tanggap (Responsivenes)
3. Jaminan (Assurance)
4. Empaty (Empathy)
5. nyata (Tangibles)
Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Hotel Kharisma yang berlokasi di Labuan, yang merupakan salah satu pelaku bisnis yang bergerak dalam bidang perhotelan. Dalam kegiatan operasionalnya Hotel Kharisma Labuan dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang prima kepada para pengunjung atau konsumen agar para konsumen/pengunjung dapat terpuaskan dengan pelayanan yang diberikan.
Hotel adalah suatu usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, menyediakan makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnnya dimana semua pelayanan itu diperuntukan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut maupun mereka yang hannya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Karakteristik hotel itu sendiri adalah dipengaruhi oleh keadaan dan perubahan yang terjadi pada sector ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan dimana hotel tersebut berada, menghasilkan dan memasarkan produknya bersama dengan tempat dimana jasa pelayanan dihasilkan, beroprasi selama 24 jam sehari, tanpa adanya hari libur dan pelayanan jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya, memperlakukan pelanggan seperti raja selain juga memperlakukan pelanggan sebagai patner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel sangat tergantung pada banyaknya pelanggan yang menggunakan fasilitas hotel tersebut, Sebab dalam bisnis jasa kepuasan konsumen merupakan suatu hal yang mutlak yang harus dipenuhi oleh pelaku bisnis jasa. Dengan terpenuhinya kepuasan konsumen maka diharapkan akan muncul kepercayaan dan loyalitas dari para konsumen / pengunjung .
Dalam melaksanakan kegiatan penyediaan jasa bagi para konsumen / pengunjung, Hotel Kharisma Labuan tentunya dihadapkan pada beberapa masalah yang menyangkut kepuasan konsumen yang berkunjunng ke Hotel Kharisma Labuan. Masalah tersebut dapat menyebabkan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan menjadi kurang baik, bahkan dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Dengan demikian pelayanan yang diberikan oleh Hotel Kharisma Labuan harus prima, sebab apabila pelayanan yang diberikan tidak prima, dimungkinkan pelanggan tidak akan terpuaskan dengan pelayanan yang diberikan dan akan menimbulkan efek yang negatif dimana para konsumen / pengunjung Hotel Kharisma Labuan, akan berpaling ke Hotel – hotel lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih prima.
Berdasarkan pada uraian yang terdapat dalam latar belakang tersebut di atas maka skripsi ini diberi judul “Pengaruh Pelayanan Prima (Service Excellence) terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi korelasi pada Hotel Kharisma Labuan)”.




B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi :
1. Bagaimana Pelayanan Prima pada Hotel Kharisma Labuan
2. Bagaimana Pengaruh Pelayanan Prima yang dilaksanakan pada Hotel Kharisma Labuan
3. Bagaimana Pengaruh Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Kharisma Labuan
C. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Pengaruh Pelayanan Prima Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Hotel Kharisma Labuan

D. TUJUAN PENELITIAN
Setiap penelitian yang diajukan pasti mempunyai tujuan-tujuan. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Pelayanan Prima pada Hotel Kharisma Labuan
2. Untuk mengetahui Pengaruh Pelayanan Prima yang dilaksanakan pada Hotel Kharisma Labuan
3. Untuk mengetahui Pengaruh Pelayanan Prima pada Hotel Kharisma Labuan


E. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Teoritis
Dijadikan kontribusi terhadap pengembangan teori dan menjadi bahan informasi atau referensi bagi peneliti atau pihak lainnya, yang tertarik terhadap kualitas pelayanan jasa Hotel Kharisma Labuan
2. Pragmatis
Digunakan sebagai bahan informasi bagi pengelola Hotel Kharisma Labuan untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan keberadaan Hotel Kharisma Labuan pada masa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Hotel Kharisma Labuan










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGNKA TEORI
1. Pengertian Marketing Public Relations
Secara umum pengertian Marketing Public Relations merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program-program yang dapat merangsang pembelian dan kepuasan konsumen melalui pengkomunikasian informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengnan kebutuhan, keinginan, perhatian, dan kepentingan bagi para konsumennya.
Konsep MPR (Marketing PR) dari Thomas L. Harris (1991) tersebut diatas tidak jauh berbeda dari pengertian yang didefinisikan oleh Philip Kotler, yaitu :
“Marketing Public Relations works because it adds value to product through ist unique ability to lend credibility to product message.”
Pengertian konsep MPR tersebut secara garis besarnya terdapat tiga taktik (Three Ways Strategy) untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan (goals), yaitu: pertama bahwa Public Relations merupakan potensi untuk menyandang suatu taktik pull strategy (menarik), sedangkan kedua adalah power (kekuatan) sebagai penyandang, push strategy (untuk mendorong) dalam hal pemasaran. Dan taktik ketiga, pass strategy sebagai upaya mempengaruhi atau menciptakan opini public yang menguntungkan.
Pengertian Pemasaran (marketing) yang berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informatif, persuasif, dan edukatif, baik dari segi perluasan pemasaran (makes a marketing) atas suatu produk barang atau jasa yang diluncurkan, maupun yang berkaitan dengan “perluasan” suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan (power) lembaga atau terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan ( Corporate image and identity), termasuk aspek lainnya, yaitu pass strategy sebagai upaya untuk menciptakan citra publik yang ditimbulkan melalui berbagai kegiatan (breakthrough the gate-keepers), dan partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (community relations) atau tanggung jawab sosial (sosial responsibility), serta kepedulian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sosial dan lingkungan hidup.
Program Marketing Public Relations tersebut disatu sisi, merupakan upaya untuk merangsang (push) pembelian dan sekaligus dapat memberikan nilai-nilai (added value) atau kepuasan bagi pelanggan (satisfied customer) yang telah menggunakan produknya. Di sisi lain melalui kiat PR dalam menyelenggarakan komunikasi timbal balik dua arah yang didasari oleh informasi dan pesan-pesan yang dapat dipercaya, diharapkan dapat menciptakan kesan-kesan positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Hal ini merupakan “sinergi” peranan Corporate Public Relations (CPR) dari taktik pull strategy (strategi untuk menarik), yang kemudian diikuti dengan taktik selanjutnya, pass strategy (strategy untuk membujuk) untuk mendukung (back up) demi mencapai tujuan dari Marketing Public Relations (MPR). Semua ini dilengkapi dengan upaya mendorong (push strategy) baik dari segi perluasan pengaruh (improvement ) maupun bidang pemasarannya (product marketing oriented) .
2. Peranan Marketing Public Relations
Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu:
1. Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
2. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut
3. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif
4. Menentukan dan memilih target konsumen (target audince)
5. Merencanakan dan melaksanakan kampanye promosi produk (pre-project selling) yang akan diluncurkan serta mampu bersaing di market place dan cukup menarik (eyes catching) baik dari segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya.
6. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi
Jika semua itu dilaksanakan maka kepuasan pelanggan akan terpenuhi (Kotler, 1993). Kesimpulan tersebut mengacu kepada “Marketing is the idea of satisfying the needs of customers by means of the product and finally consumming it”. (Marketing adalah sebuah ide untuk memuaskan keinginan pelanggan dengan menampilkan produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, yang diasosiasikan dengan pembuatan, pendistribusian dan akhirnya pengkonsumsian produk tersebut).
Menurut Kotler (1993:268) peranan Marketing Public Relations dalam upaya mencapai tujuan utama organisasi atau perusahaan dalam berkompetisi, secara garis besarnya yaitu sebagai berikut.
1. Menumbuhkembangkan kesadaran konsumennya terhadap produk yang tengah diluncurkan itu.
2. Membangun kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan atau manfaat (benefit) atas produk yang ditawarkan/digunakan.
3. Mendorong antusiasme (sales force) melalui suatu artikel sponsor (advetorial) tentang kegunaan dan manfaat suatu produk.
4. Menekan biaya promosi iklan komersial, baik dimedia elektronik maupun media cetak dan sebagainya demi tercapainya efisiensi biaya.
5. komitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen, termasuk upaya mengatasi keluhan-keluhan (complaint handling) dan lain sebagainya demi tercapainya kepuasan pihak pelanggan.
6. Membantu mengkampanyekan peluncuran produk-produk baru dan sekaligus merencanakan perubahan posisi produk yang lama.
7. Mengkomunikasikan terus-menerus melalui media PR (house PR journal) tentang aktivitas dan program kerja yang berkaitan dengan kepedulian sosial dan lingkungan hidup agar tercapai publikasi yang positif dimata masyarakat/publik.
8. Membina dan mempertahankan citra perusahaan atau produk barang dan jasa, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumennya.
9. Berupaya secara proaktif dalam menghadapi suatu kejadian negatif yang mungkin akan muncul dimasa mendatang, misalnya terjadinya krisis kepercayaan , menurunnya citra perusahaan hingga risiko terjadinya krisis manajemen, krisis moneter, krisis multidimensional dan lain sebagainya.
3. Kualitas Pelayanan
Definisi Kualitas Layanan Jasa (service of excellence) menurut Wyckop, sebagaimana dikutip oleh Tjiptono (2000:60), adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebuut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Artinya, terdapat dua faktor itama yang dapat mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang dirasakan) (Parasuraman,et.al.,1985)
Jika layanan jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang “ideal” (unggul). Sebaliknya jika layanan jasa yang diterima lebih rendah dari tang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai pelayanan buruk. Maka dengan demikian baik-buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyediaan layanan suatu jasa dalam upaya memenuhi harapan pelanggan secara konsisten, tepat dan memuaskan.
Definisi jasa, menurut Philip Kotler (2000:486), adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Sedangkan definisi Customer Service, menurut Imber, Jane dalam buku Dictionary of Advertising and Direct Mail Terms (1987:129), diterbitkan oleh Baron’s Educatioinal Series, News York., adalah departemen atau fungsi organisasi untuk merespon keinginan atau keluhan pelanggan mengenai pelayanan suatu organisasi. Pelanggan (customer) mungkin mengkomunikasikan melalui korespondensi tertulis, brosur, majalah internal/publikasi, tatap muka, dan via telepon.
Perbedaan antara customer (pelanggan) dan consumer (pemakai), menurut Imber (1987:idem), yaitu, customer is buyer of a product or service (pelanggan adalah sebagai pembeli utamasuatu produk atau jasa tertentu), dan consumer is ultimate user of a productor service, and the consumernot always the purchaser (konsumen merupakan konsumen utama suatu produk atau jasa tertentu, tetapi tidak selalu sebagai pembeli). Contoh, seorang bayi sebagai pemakai (consumer) susu bubuk, tetapi belum tentu mampu membeli produk tersebut.
4. Pelayanan Prima (service of excellence)
Menurut Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1985:41-50) dalam buku “A Conceptual Model of Service Quality and its Impication for Future Research,” terdapat 10 faktor yang menentukan kualitas layanan jasa, yaitu sebagai berikut:
1. Reliability, mencakup dua hal pokok yaitu konsisten kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jasa yang di sepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaanyang dibutuhkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah di jangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah di hubungi dan lain-lain.
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang di miliki para contac personel (seperti resepsionis, operarator telepon, dan lain-lain).
6. Commucation, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat di pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan data yang dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contak personel, dan interaksi dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical sapety), keamanan financial (financial sapety) dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan atau keinginan para pelanggannya.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik yang ditampilkan, sosok gedung, ruangan, fasilitas dan sarana parker serta peralatan penunjang lainya untuk memberikan pelayanan jasa yang memadai, aman dan nyaman.
Perkembangan selanjutnya, Parasuraman et.al., (1988) dan Zeithaml (1996) dari sepuluh dimensi layanan tersebut dikelompokan menjadi 5 (lima) utama sebagai penentu suatu kualitas pelayanan jasa, seperti yang dikutip Philip Kotler (2000:440).
1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2. Responsiveness, respon atau kesigapan dalam membantu pelanggan dengan memberikan layanan cepat, tepat dan tanggap serta mampu menangani keluhan para pelanggan secara baik.
3. Assurance, kemampuan karyawan tentang pengetahuan dan informasi suatu produk (good product knowledge) yang ditawarkan dengan baik, keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberikan jaminan pelayanan yang terbaik. Dimensi jaminan (assurance) ini terdapat unsure-unsur, sebagai berikut.
a. Competence (kompetensi), keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki customer service dalam memberikan layanan kepada pelanggan.
b. Courtesy (kesopanan), keramah-tamahan, perhatian dan sikap yang sopan.
c. Credibility (kredibilitas), berkaitan dengan nilai-nilai kepercayaan, reputasi, prestasi yang positif dari pihak yang mewmberikan layanan.
4. Empathy, merupakan perhatian secara individualyang diberikan kepada pelanggan dan berusaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan, serta mampu menangani keluhan pelanggan secara baik dan tepat. Dimensi empathy ini terdapat unsur-unsur lainnya yang terkait, yaitu sebagai berikut.
5. Tangibles, kenyataan yang berhubungan dengan penampilan fisik gedung, ruang office lobby atau front office yang refresentatif, tersedia tempat parkir yang layak, kebersihan, kerapihan, aman dan kenyamanan di lingkungan perusahaan dipelihara secara baik.
Sedangkan dipihak lain mungkin akan menampilkan pelayanan untuk dapat memberikan suatu ”kepuasan” bagi pihak pelanggannya (Customer Satisfaction), yakni memberikan kepuasan bagi pelanggannya sekaligus menumbuhkan rasa aman, kepercayaan, adanya loyalitas tinggi terhadap produk tersebut menjadi tujuan utama dari Publik Relations yang berupaya menciptakan citra perusahaan (corporate image) dan bekerja sama dengan bagian lainnya.
Faktor-faktor yang harus menjadi perhatian bagi seorang Public Relations Marketing (Praktisi Humas Pemasaran) dalam hal memberikan pelayanan (customer service) yang unggul dari bidang customer relations dan demi terciptanya Customer Satisfaction, antara lain sebagai berikut.
1. Menghargai kepentingan dan kebutuhan konsumen.
2. Menjaga kesopan santunan dalam berkomunikasi, sikap tindak dan perilaku dalam hal melayani kepentingan/kebutuhan konsumen.
3. Selalu bersikap bijaksana, dan bekerja secara profesional, cepat dan efisien, serta saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, diandalkan dan dipercaya.
4. Tetap menjaga rahasia pribadi pihak konsumen
Disamping itu terdapat faktor sebagai penunjang atas keberhasilan atau tindakan seorang praktisi Public Relations dalam hal mendorong bidang customer relations untuk memberikan pelayanan unggul terhadap pelanggannya, yaitu antara lain :
a. Percaya diri
Kepercayaan diri tersebut merupakan profil pribadi yang handal dan dapat dipercaya, cepat tanggap terhadap masalah yang mungkin timbul, proaktif, dinamis, serta konseptual dan sistematika dalam melaksanakan pekerjaan yang dihadapinya.
b. Disiplin tinggi
Memiliki disiplin kerja yang tinggi sehingga dapat diandalkan dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya secara profesional
c. Rasa memiliki dan Loyalitas
Sebagai profesional, PR/Humas harus memiliki sikap loyalitas yang tinggi, dalam bekerja menganut asas long life emloyment sehingga menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) daripada sekadar ”hit and run” dalam upaya mencari nilai materi dalam jangka pendek, tetapi jangka panjang dapat merusak nilai kepercayaan itu sendiri.
d. Sikap dan Penampilan Diri
Memiliki sikap tindak dan penampilan diri yang positif, yaitu sopan, ramah, terbuka, dan terus terang tetapi tetap tegas, serta mampu membedakan mana yang berkaitan dengan urusan perusahaan dengan urusan kepentingan pribadi.
e. Dedikasi
Lebih mengutamakan kepentingan perusahaan dari pada melihat kepentingan pribadi dalam melaksanakan fungsi dan kewajibannya sebagai seorang profesional dalam upaya memberikan pelayanan dan kewajibannya sebagai seorang profesional dalam upaya memberikan pelayanan dan menciptakan kepuasan pelayanan yang baik.
f. Komunikatif
Sebagai seorang Public Relations atau customer relations yang handal, mampu melakukan hubungan komunikasi yang efektif dengan berbagai kalangan publik pada umumnya, dan pihak pelanggan khususnya.
g. Customer Relations and Service of Excellent
Mampu meningkatkan pelayanan yang unggul, dan memelihara kepercayaan relasi demi tercapainya tujuan kepuasan atau keuntungan bersama.
h. Willing to Coorporate
Kemauan untuk bekerja sama, baik dengan rekan kerja atau dalam satu tim kerja maupun dengan pihak relasi (pelanggannya) demi mencapai tujuan bersama yang saling bermanfaat dalam kerja sama tersebut.
5. Tujuan Pelayanan Prima
Tujuan Pelayanan Prima yang telah diberikan oleh Perusahaan bersangkutan, yaitu :
a. Dapat memberikan rasa puas dan kepercayaan pada konsumennya.
b. Tetap menjaga agar konsumen merasa diperhatikan dan dipentingkan segala kebutuhan dan keinginannya.
c. Upaya mempertahankan konsumen agar tetap loyal untuk menggunakan produk barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.
Publik Relations yang membawahi customer relations disebuah perusahaan merupakan ujung tombak yang akan berhadapan langsung dengan pihak publik sebagai pelanggan atau konsumennya, sehingga yang bersangkutan tidak hanya mampu bertindak sebagai komunikator atau mediator, dan sekaligus berupaya menciptakan citra bagi perusahaan atau mana produknya, tetapi juga memiliki kemampuan untuk membantu perusahaan dalam hal memahami sikap atau acuan mengenai kiat pelayanan yang unggul (Service oriented), yaitu bahwa konsumen (pelanggan) tersebut merupakan aset terpenting (the most valueable asses) yang perlu dijaga atau diperhatikan keberadaannya, oleh karena :
 Konsumen selaku yang berkepentingan dan penilai efisensi, kinerja, serta cara kerja perusahaan yang bersangkutan.
 Kesan pertama (First impression) yang positif merupakan hal utama bagi pihak konsumen atau suatu awal yang positif bagi pelayanan perusahaan bersangkutan.
 Konsumen akan merasa senang dan puas jika diberikan perlakuan yang baik serta merasa dihargai dan diperhatikan.
 Bila konsumen merasa puas, itu merupakan promosi efektif, dan yang menyampaikan kepada pihak lain atas kepuasannya terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh perusahaan bersangkutan.
 Tantangan bagi Public Relations dan customer relations untuk memberikan pelayanan prima dan disamping itu diperlukan standar kerja yang efisien dan sekaligus efektif dalam melakukan hubungan baik (good relationship) dan publikasi yang positif.
Suatu service (pelayanan) yang bisa dikatakan unggul atau prima (excellent), apabila perusahaan bersangkutan mampu atau jeli untuk mengenali dengan baik tentang keinginan-keinginan atau kebutuhan para pelanggannya. Dapat juga terjadi bagwa pelayanan tersebut menjadi tidak excellence (unggul), apabila ada komponen-komponen pendukung keberhasilan tentang pelayanan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Komponen pendukung ini merupakan satu kesatuan perusahaan yang terintegrasi dengan kebutuhan pihak konsumen, yaitu adanya: Kesepakatan, Kebenaran, Keramahan, Kecepatan, Kenyamanan, Kepercayaan dan hingga mencapai nilai kepuasan bagi kedua belah pihak.

6. Menangani Keluhan Pelanggan
Ada baiknya pihak praktisi Public Relations yang sekaligus menangani customer relations tersebut mengetahui ”apa dan bagaimana” dalam menangani keluhan dan komplain (PR of Complaint Handling) yang mungkin akan muncul dari pihak pelanggan tersebut, dan sebaliknya mengetahui terlebih dahulu mengenai kebutuhan-kebutuhan dasar dari konsumen atau customer tersebut, seperti berikut ini.
• Pelanggan adalah ”raja” dan ingin dianggap selalu benar
• Pelanggan (customer) ingin mendapat peratian dan sungguh-sungguh, dihormati dan diperlakukan sebagai orang penting.
• Pelanggan ingin diperhatikan secara istimewa dan khusus.
• Pelanggan itu selalu haus akan perhatian dan penghargaan yang tulus.
• Pelanggan selalu berupaya untuk mencari hal yang enak dan menyenangkan hatinya.
• Pelanggan berhak akan informasi yang jujur dan benar.
• Pelanggan ingin mendapat atau suaranya didengar atau diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
• Pelanggan lebih tertarik pada masalahnya sendiri daripada apapun yang terjadi diatas dunia ini.
Setelah mengetahui dasar-dasar pokok kebutuhan konsumen tersebut diatas, maka tahap berikutnya yaitu kiat-kiat Customer Relations untuk menghadapi atau melayani keluhan pihak pelanggan tersebut, antara lain sebagai berikut.
• Hadapilah keluhan dengan sikap rasa hormat (respect)
• Pihak Customer Relations jangan terbawa emosi pelanggan, dan pertahankan suasana tetap calm down, walaupun bagaimana panasnya hati sipelanggan yang tengah dihadapinya itu.
• Mendengar dengan penuh perhatian akan keluhan-keluhan yang tengah diutarakan tersebut, berbincang-bincang penuh dengan suasana keakraban bagi kedua belah pihak.
• Jangan memotong dan tidak memonopoli pembicaraan keluhan si pelanggan tersebut.
• Hindarkanlah argumentasi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dalam persoalan keluhan tersebut.
• Hindarkanlah argumentasi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dalam persoalan keluahan tersebut.
• Berikan penghargaan (appreciation) atas keluhan yang disampaikan tersebut, dengan mengucapkan terima kasih yang tulus dan berjanji akan memperbaiki kekkurangan-kekurangan atas pelayanannya.
• Berikan rasa “simpati” karena kesulitan-kesulitan yang terjadi.
• Tawarkan jalan keluar yang terbaik, untuk mengatasi persoalan yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan tersebut.
Service of Excellence merupakan bagian dari customer relations yang lebih menitikberatkan pada kesan pertama dan good relationship. Hal tersebut karena kesan yang muncul pertama kali, sulit untuk dihilangkan. Pihak pelanggan atau customer akan menilai kredibilitas suatu perusahaan dari penampilan dan sikap public relations yang berhubungannya pada saat pertama kali pihak customer mengadakan kontak hubungan langsung dengan perusahaan yang diwakilinya.
Kesan pertama kali yang terbentuk dari implementasi service of excellence ini tidak hanya melalui pelayanan yang bersifat klerikal semata, artinya tidak hanya sebatas pada tindak courtesy (sikap santun) dalam tindak pelayanan semata, melainkan terkandung nilai yang berkaitan dengan rasa aman (secure) kepercayaan dan rasa puas (satisfaction) dari bentuk pelayanan itu sendiri.
Tujuan dari Service of excellence yang dilakukan oleh seorang praktisi public relations adalah menciptakan image bagi perusahaan. Disamping itu, tujuan lainnya adalah sebagai berikut.
1. Mendorong customer untuk kembali
Artinya setiap interaksi dengan customer bertujuan untuk membuatnya kembali lagi melalui keramah-tamahan perhatian yang tulus, mengesankan dan pelayanan yang memuaskan.
2. Menciptakan sifat saling percaya
Artinya menunjukan pada customer bahwa kita mengerti apa yang kita inginkan, mau menerima dan merasa terlibat dalam persoalan pihak pelanggan sehingga tercipta suatu hubungan saling percaya (mutually appreciation). Hal tersebut dapat diraih melalui cara dan sikap seperti berikut ini.
a Terbuka
Menciptakan suasana akrab, misalnya jabat tangan, menanyakan sesuatu yang perlu dibantu, mohon maaf atas keterlambatan dan sebagainya.
b. Thanks
Mengucapkan terima kasih atas kedatanganya.
c. Let them talk
Mebiarkan customer berbicara mengemukakan keperluannya dan keinginannya.
d. Minta izin untuk mengajukan pertanyaan dan dengan memahami akan masalah dan kebutuhannya, dan pihak customer akan mendapatkan pelayanan serta solusi yang terbaik.
7. Faktor-faktor Penyebab Pelayanan Buruk
Menurut Zheithaml, et.al (1990), seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2000:85-87), bahwa ada berbagai macam faktor yang menyebabkan kualitas layanan jasa menjadi buruk atau mengecewakan para pelanggan, diantaranya sebagai berikut
a. Produksi dan konsumsi terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa adalah inseparability, artinya jasa yang diproduksi dan dikoknsumsi pada saat yang bersamaan, jadi dalam memberikan jasa yang dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pihak pelanggan. Akibatnya serin g timbul masalah yang terkait dengan interaksi produsen dan konsumen jasa (pelanggan) dan jika terjadi kekurangan dalam memberikan jasa dapatberpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa, seperti penilaian terhadap bentuk customer service.
• Tidak terampil (professional) dalam meberikan pelayanan jasa.
• Cara penampilan dan berpakaian kurang menarik dan modis atau tidak rapi.
• Tutur kata atau berkomunikasi kurang sopan dan menjengkelkan.
• Bau badan dan mulut yang cukup menggangu.
• Bertambak cemberut dan kaku serta kurang ramah.
b. Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Berkaitan dengan kurang perhatian pihak perusahaan atau upah yang diberikan tidak memadai terhadap karyawan customer service, termasuk tidak terlatih (unskill) dan kurang berpendidikan. Keterlibatan tenaga kerja yang insentif dalam memberikan pelayanan dapat menimbulkan masalah kualitas layanan. Hal ini terjadi karena karyawan kurang dihargai dan terjadinya turnover yang tinggi, sehingga menyebabkan turnover karyawan yang keluar masuk cukup tinggi.
c. Dukungan tetrhadap pelayanan pelanggan kurang memadai
Karyawan bagian front-liner merupakan ujung tombak dalam sistem pemberian layanan jasa . Agar efektif maka mereka harus mendapat dukungan optimal dari fungsi-fungsi utama dari pihak manajemen perusahaan (operasional, keuangan, sumber daya manusia, promosi dan pemasaran). Teremasuk dukungan sarana dan fasilitas yang memadai seperti pakaian seragam yang baik, rapid an modis, peralatan telepon, faximail, computer, penataan ruangan, pengatur udara, perlengkapan meja dan kursi di front office yang memberikan kesan yang positif, sehingga diharapkan mampu memberikan layanan pelanggan secara tepat, efektif dan profesional.
d. Kesenjangan komunikasi
Komunikasi merupakan faktor sangat esensial dan penting dalam melaksanakan kontak personal atau hubungan pelanggan. Jika terjadi kesenjangan dalam berkomunikasi, maka akan menimbulkan penilaian (persepsi) negative terhadap kualitas layanan jasa. Terdapat beberapa bentuk kesenjangan komunikasi yang biasa terjadi yaitu sebagai berikut.
• Memberikan janji yang berlebihan, dan kenyataannya tidak mampu memenuhi janjinya dengan baik.
• Tidak mampu memberikan informasi yang lengkap dan terbaru mengenai produk baru, prosedur atau aturan dan petunjuk yang baik terhadap layanan jasa yang ditawarkan dalam bentuk brochure dan media publikasi yang lengkap untuk memudahkan pelanggan memperoleh informasi atau penjelasan memadai.
• Pesan yang disampaikan tidak dipahami pelanggan.
• Pihak perusahaan (customer service) tidak selalu memperhatikan secara serius dalam menanggapi keluhan atau saran-saran dari para pelanggannya.
e. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama.
Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, yang memiliki perasaan, keinginan dan emosi yang tidak satu sama lainnya. Dalam interaksi pelayanan jasa tersebut tidak semua pelanggan dapat menerima atau bersedia menerima pelayanan yang secara seragam (standardized service). Bahkan ada pelanggan menginginkan pelayanan harian secara personal (personal apporach).dalam hal ini di perlakukan pemahaman atau perasaan dan kebutuhan pelayanan yang khusus oleh pihak perusahaan ketika memberikan layanan jasa terhadap pelanggan yang beragam tersebut.
f. Perluasan atau pengembangan jasa berlebihan.
Terlalu banyak jasa yang ditawarkan atau dikembangkan oleh pihak perusahaan terhadap jasa yang sudah ada, maka hasilnya tidak optimal dan bahkan akan menimbulkan masalahnya yaitu kurangnya kualitas layanan jasa yang di berikan pelanggan. Disatu sisi, ingin memperkenalkan layanan jasa baru atau memberdayakan jasa lama untuk memberdayakan jasa lama untuk meningkatkan peluang pasar, tetapi sisi lain kurang memperhatikan aspek pelayanan yang memuaskan bagi pelanggannya.
g. Visi usaha jangka pendek.
Visi jangka pendek yang berorientasi pencapaian target penjualan dan profit perusahaan, yang dikaitkan dengan penghematan biaya operasional akan merusak kualitas jasa untuk jangka panjang (menjaga hubungan, kepuasan pelanggan dan citra positif). Sebagai contoh, kebijakan untuk mengurangi biaya dengan mengurangi tenaga kasir atau customer service, tetapi menyebabkan terjadinya antrian panjang terhadap pelanggan yang menumpuk di meja kasir.
8. Pengukuran Kualitas Jasa
Rangka pertama dalam penilaian kualitas jasa adalah ketentuan ” apa dan bagaimana” yang akan diukur. Setiap perusahaan atau jasa tersebut masing-masing memiliki cara pengukuran, tetapi kriteria penilaian pelanggan yang telah banyak diteliti meliputi penilaian produk dasar atau jasa (basic product), dan penawaran jasa yang diperluas (augmented service offering).
Lehtinen (1992) mengemukakan bahwa terdapat dua dimensi kualitas jasa, yaitu, pertama process quality (mengevaluasi pelanggan selama jasa itu di berikan), dan kedua output quality (mengevaluasi hasil kualitas jasa yang diberikan). Selain itu, dapat juga membedakan antara physical quality (hubungan dengan produk dan pendukungnya), interactive quality (hubungan perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan), dan corporate quality (hubungan dengan citra perusahaan).
Sementara menurut Gronroos (1983), terdapat tiga dimensi kualitas jasa yang hampir serupa, seperti berikut ini:
• Technical quality, berkaitan dengan ”apa” yang di terima oleh pelanggan.
• Funcytional quality, berkaitan dengan ”cara” jasa yang diberikan.
• Corporate quality, berhubungan dengan “citra” perusahaan.
Jika peneliti memfokuskan penilaian kulitas jasa berdasarkan pada output (hasil), proses dan citra (result and proces oriented), maka dia akan memfokuskan penelitiannya pada sumber-sumber kualitas jasa. Pendekatannya pun hanya bersifat customer and process oriented yang berkaitan dengan empat (4) sumber kualitas yang menentukan kualitas layanan jasa sebagai berikut:
a Design quality, kaitan kulitas jasa ditentukan pada waktu pertama jasa di rancang untuk memenuhi kebutuhan selera pelanggan.
b Production quality, bahwa kualitas jasa ditentukan oleh kerja sama antara departemen manufaktur dengan bagian pemasaran.
c Delivery quality,menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh kualitas janji perusahaan kepada pelanggan.
d Relationship quality, penjelasan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh hubungan profesional dan sosial antara perusahaan dengan stakeholder (pelanggan, pemasok, agen dan pimpinan perusahaan, serta karyawan ).
Menurut, Cronin dan Taylor (1992) seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2000:100) yaitu tolok ukur kualitas jasa yang dapat dipergunakan, seperti beberapa alternatif rumus pengukuran.
1. Skor kualitas jasa = (Skor kinerja – Skor Harapan)
2. Skor kualitas jasa = Skor Derajat x (Skor kinerja – Skor Harapan) Kepentingan
3. Skor kualitas jasa = (Skor kinerja)
4. Skor kualitas jasa = Skor Derajat Kepentingan x (Skor kinerja)
9. Pengertian Kepuasan Konsumen
Kepuasan Konsumen sangat penting, karena kunci kesuksesan perusahaan adalah mempertahankan pelanggan, dan untuk mempertahankan pelanggan, dan untuk mempertahankan pelanggan di perlukan kepuasan konsumen, seperti yang diungkapkan oleh:
Philip Kotler dalam buku manajemen pemasaran, perencanaan, implementasi dan kontrol , jilid (2000:36).
Kepuasan konsumen adalah perasaan atau setelah kecewa yang berasala dan perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hail) suatu produk dengan harapan-harapannya.
Jadi, tingkat kepuasan dalam fungsi dan perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas.
Menurut Tjiptono dan sumber Cadotte, Woodruff & Jenkins (1987:197). Kepuasan Konsumen adalah dikonseptualisasikan sebagai sarana perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakain produk atau jasa..
10. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Alat-alat yang dipergunakan untuk mengukur kepuasan konsumen menurut Philip Kotler (1994) yang dikutip dalam buku yang berjudul manajemen pemasaran pengarang Fandy Tjiptono (1996:148) adalah sebagai berikut:
1) Sistem keluhan dan saran
Setiap orang yang berorientasi pada pelanggan (cutomer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang biasa digunakan meliputi kotak saran yang di letakkan ditempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering di lewati pelanggan), menyediakan kartu komentar yang bisa diisi langsung atau bisa dikirimkan via pos kepada perusahaan, menyediakan saluran telepon khusus (customer hot lines)), dan lain-lain. Informasi yang diperoleh dari metode ini dapat di berikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk memberikan respons secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul.
2) Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan di lakukan dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992)
3) Ghosh Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan dan bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing.
4) Lost Customer Analysis
Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau beralih pemasok. Tujuannya untuk memperoleh suatu informasi bagi perusahaan untuk mengambilkebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
11. Pengaruh Pelayanan Prima Terhadap Kepuasan Konsumen
Pelayanan Prima (service of excellent) memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan (konsumen). Pelayanan prima yang berhubungan dengan kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya pelanggan yang menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan.(Fandy Tjiptono:1996)
Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan, telah tercapai consesus bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Oison dan Dover (dalam Zaithmal et al.,1930) harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja tersebut.
Banyak pakar yang menyatakan bahwa hukum pertama kualitas Pelayanan prima adalah melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal. Bila hal itu tercapai maka akan terwujud kepuasan pelanggan. (Fandy Tjiptono:1996)
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Supaya dapat berhasil didalam pencapaian tujuan, suatu perusahaan perlu mencari keunggulan kompetitif diluar operasi sendiri, karena menghadapi persaingan yang ketat. Hotel Kharisma Labuan harus mempunyai keunggulan-keunggulan didalam melakukan kualitas jasa, baik itu dari segi pelayanan kepada konsumen, maupun penampilan produknya, sedangkan kualitas pelayanan jasa dapat ditunjukan oleh sepuluh dimensi pengukuran.
Menurut Parasuraman et.al., (1988) dan Zeithaml (1996) dari sepuluh dimensi layanan tersebut dikelompokan menjadi 5 (lima) utama sebagai penentu suatu kualitas pelayanan jasa, seperti yang dikutip Philip Kotler (2000:440).
1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2. Responsiveness, respon atau kesigapan dalam membantu pelanggan dengan memberikan layanan cepat, tepat dan tanggap serta mampu menangani keluhan para pelanggan secara baik.
3. Assurance, kemampuan karyawan tentang pengetahuan dan informasi suatu produk (good product knowledge) yang ditawarkan dengan baik, keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberikan jaminan pelayanan yang terbaik. Dimensi jaminan (assurance) ini terdapat unsure-unsur, sebagai berikut.
a. Competence (kompetensi), keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki customer service dalam memberikan layanan kepada pelanggan.
b. Courtesy (kesopanan), keramah-tamahan, perhatian dan sikap yang sopan.
c. Credibility (kredibilitas), berkaitan dengan nilai-nilai kepercayaan, reputasi, prestasi yang positif dari pihak yang mewmberikan layanan.
4. Empathy, merupakan perhatian secara individualyang diberikan kepada pelanggan dan berusaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan, serta mampu menangani keluhan pelanggan secara baik dan tepat. Dimensi empathy ini terdapat unsur-unsur lainnya yang terkait, yaitu sebagai berikut.
5. Tangibles, kenyataan yang berhubungan dengan penampilan fisik gedung, ruang office lobby atau front office yang refresentatif, tersedia tempat parkir yang layak, kebersihan, kerapihan, aman dan kenyamanan di lingkungan perusahaan dipelihara secara baik.
Sedangkan dipihak lain mungkin akan menampilkan pelayanan untuk dapat memberikan suatu ”kepuasan” bagi pihak pelanggannya (Customer Satisfaction), yakni memberikan kepuasan bagi pelanggannya sekaligus menumbuhkan rasa aman, kepercayaan, adanya loyalitas tinggi terhadap produk tersebut menjadi tujuan utama dari Publik Relations yang berupaya menciptakan citra perusahaan (corporate image) dan bekerja sama dengan bagian lainnya.
Fungsi pelayanan prima sebagai suatu hubungan yang spesifik antara konsumen dan manajemen perusahaan untuk memberikan dan memasarkan produk pelayanan yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen agar adanya suatu kondisi dimana pihak konsumen merasa senang dan puas di dalam menikmati fasilitas dan produk yang ditawarkan oleh hotel.
Kualitas pelayanan prima yang buruk akan menyebabkan tingkat kepuasan konsumen yang rendah dan pada gilirannya akan membentuk prilaku yang negatif bagi perusahaan. Bentuk perilaku tersebut bisa ditunjukan dalam bentuk tidak membeli jasa perusahaan, komplain, atau bercerita pada pihak lain tentang keburukan perusahaan. Sebaliknya kualitas pelayanan yang baik akan mengakibatkan tiungginya kepuasan pelanggan dan secara tidak langsung akan menciptakan kesetiaan pelanggan serta ikut membantu membangun citra perusahaan.
pelayanan prima yang baik akan menguntungkan internal perusahaan dan eksternal perusahaan dan dalam jangka panjang akan menciptakan efisiensi bagi perusahaan. Perusahaan yang berorientasi pelanggan membawa konsekuensi untuk melakukan evaluasi secara kontinu terhadap pelanggan tentang kualitas pelayanan jasa yang ditawarkan. Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk perbaikan kualitas pelayanan jasa dan menerapkannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan hubungan sebab akibat antara Pelayanan Prima dan kepuasan pelanggan ataun konsumen
Skema konseptual penelitian
C. KERANGKA OPRASIONAL
Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian, maka variabel-variabel yang ada dalam objek penelitian mengenai Pengaruh Pelayanan prima terhadap Kepuasan Konsumen pada Hotel Kharisma Labuan, secara sederhana dikategorikan menjadi variabel yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, yaitu:
a. Pelayanan Prima, sebagaimana variabel tidak terikat atau bebas atau independent variabel (X)
b. Kepuasan Konsumen, sebagaimana variabel terikat atau independent variabel (Y)



Operasional Variabel
Variabel Konsep Variabel Sub Variabel Indikator Skala










Pelayanan Prima
(X) Tingkat mutu yang diharapkan dan pengendalian keragaman dalam memperoleh mutu tersebut dalam hubungannya dengan konsumen. 1. Kehandalan
(Reability)





2. Daya Tanggap
(Responsiveness)





3. Jaminan (Assurance)







4. Empaty (Emphaty)




5. Nyata (Tangibles)
• Kehandalan pelayanan dalam hotel
• Penanganan terhadap masalah konsumen

• Kecermatan pelayanan petugas hotel
• Kemamuan membantu konsumen

• Kemampuan pelayan tentang pengetahuan & informasi

• Jaminan pelayanan hotel yang terbaik

• Perhatian petugas hotel
• Pemahaman akan kebutuhan konsumen

• Penampilan fisik hotel

• Perlengkapan peralatan dari hotel

Ordinal








Ordinal






Ordinal







Ordinal





Ordinal








Kepuasan konsumen
(Y) Merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau melampaui harapan konsumen Harapan
(Excpated)





















Kinerja
(performance) • Konsumen merasa puas akan pelayanan kecepatan pelayanan hotel yang diberikan.
• Konsumen merasa puas atas kenyamanannya dalam bertransaksi.
• Konsumen merasa puas akan penampilan fisik hotel.
• Konsumen merasa puas akan profesionalisme para petugas hotel dan personil lainnya
• Kinerja petugas hotel yang cepat tanggap dalam memberikan pelayanan
• Penampilan (performance) petugas hotel
• Kedisiplinan petugas Hotel






Ordinal

















Ordinal
D. Hipotesis
Hipotesisi berasal dari kata ”hypo” yang berarti dibawah dan ”thesa” yang berarti kebenaran. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah, sehingga harus diuji secara empiris (M. Ikbal Hasan, 2002:50).
Dalam penelitian ini hipotesis umum yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut :
” Ada pengaruh antara Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Konsumen”.
Dengan kriteria penolakan :
1. Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y
2. Hi : Ada pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y
Sub hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ho : tidak ada pengaruh antara Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Konsumen
2. Hi : ada pengaruh antara Pelayanan prima terhadap Kepuasan Konsumen
3. Penelitian ini akan meneliti variabel (variabel Y). Kalau diperhatikan kedua variabel tersebut dapat diduga kepuasan konsumen, salah satunya dipengaruhi oleh Pelayanan Prima pada Hotel Kharisma Labuan.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah teknik yang dilakukan dalam rangka keberhasilan penelitian. Pada hakekatnya penelitian dapat dikaitkan dengan suatu usaha untuk memperoleh fakta/prinsip (menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran) dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematis, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam metode penulisan ini, penulis menggunakan metode korelasi dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menghubungkan dua variabel sehingga dapat diketahui apakah ada pengaruh atau tidak, juga mengolah dan menganalisis data yang akan digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara variabel X dan variabel Y.
B. Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah konsumen atau tamu yang menginap pada Hotel Kharisma Labuan. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan ditarik berdasarkan probabilitas. Karena dari setiap unsur populasi mempunyai nilai kemampuan untuk dipilih menjadi sampel, dengan cara dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dari sebagaian besar setiap strata.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan sampel yang menggunakan rumus Yamane :
n = N
Nd2 = 1
Dimana :
n = Sampel
N = Populasi
D = presisi (sampling error)
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut :
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah metode pengumpulan data sekunder yang bersumber pada literatur dan dokumentasi.
b. Penelitian Lapangan
Peneliti dapat data-data tentang kualitas pelayanan jasa pada perusahaan dengan mengunjungi perusahaan yang bersangkutan untuk memperoleh data yang dibutuhkan, diantaranya melalui:
1. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang diperoleh melalui tanya jawab secara langsung dengan pihak pimpinan perusahaan atau dengan pihak konsumen Hotel Kharisma Labuan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
2. Angket (Kuisioner)
Kuisioner adalah pengumpulan data yang peroleh dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada konsumen pada Hotel Kharisma Labuan.
3. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
D.Analisis Data
Alat analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan korelasi rank spearman (rs). Penggunaan alat analisis ini digunakan karena data yang berpasang-pasangan hasil pengukuran (pembobotan). Setiap data Xi maupun Yi ditetapkan peningkatnya relatif terhadap X dan Y yang lain dari terkecil sampai terbesar. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Jika diantara nilai-nilai X dan Y terdapat angka yang sama, masing-masing nilai sama diberi peringkat rata-rata dari posisis. Secara lebih jelas penulis menguraikan sebagai berikut:
1. untuk menghitung analisis, penulis menggunakan jenjag sekor 1 samapi dengan 5, artinya jawaban responden diberi nilai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Skor 5 untuk jawaban sangat memuaskan
b. Skor 4 untuk jawaban memuaskan
c. Skor 3 untuk jawaban cukup memuaskan
d. Skor 2 untuk jawaban kurang memuaskan
e. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak memuaskan
Sedangkan rumus koefesien korelasi spearman bagi yang tidak terdapat rank kembar menurut Husein Umar adalah sebagai berikut:


rs = 1 - 6 ∑di 2
n – (n2-1)

Dimana:
rs = Koefesien Korelasi Rank Spearman
di = Koefesien X dan Y
n = Jumlah Sampel
Jika terdapat rank kembar dalam penarikan variabel x dan y maka menurut Husein Umar (2003:204), digunakan rumus:
rs = ∑x2 + ∑y2∑d2
2√ ( ∑x2 ) ( ∑y2 )
Dan harus digunakan faktor korelasi yang mengharuskan untuk melakukan perhitungan ∑x2 dan ∑y2 terlebih dahulu sebelum menghitung besaran rs yaitu :
∑x2 = n3 – n ∑tx
12
Sedangkan :
∑y2 = n3 – n ∑ty

12

Berdasarkan T dalam perumusan diatas merupakan faktor korelasi bagi tiap kelompok berpangkat yang sama dan dirumuskan sebagai berikut:
T = t3 – t
12
Dimana t = Jumlah variabel yang memilki pangkat yang sama untuk mengetahui tingkat keeratan antara kedua variabel yang diteliti maka:
Tabel 3.2
Interval Koefesien Korelasi
Interval Koefesien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000 Hubungan yang sangat rendah

Hubungan yang rendah

Hubungan yang sedang

Hubungan yang kuat

Hubungan yang sangat kuat





(Sumber:sugiyono, metode penelitian administrasi, 2003:214 )
Kemudian untuk dapat mengetahui pengaruh kedua variabel maka dapat diperoleh dengan jalan sebagai berikut:
cd = r2 x 100 %
Cd = Koefesien determinasi
r = Koefesien Korelasi




Pengaruh Pelayanan Prima Terhadap Kepuasan Konsumen
Pada Hotel Kharisma Labuan
( study korelasi teerhadap customer relations di Hotel Kharisma Labuan )

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk tugas Mata kuliah Seminar
















Disusun oleh

Cucu Sulastri
Nim : 061592





KOSENTRASI ILMU HUMAS
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2009




KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, hidayah serta kesehatan yang telah diberikannya, maka penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan lancar. Salawat serta salam senantiasa selalu tercurah pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa peradaban yang sesuai dengan hakikat dan tujuan hidup.
Dengan terselesaikannya proposal ini, yang akan berlokasi di Hotel Kharisma Labuan maka penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah telah berjalan lancar walaupun masih banyak kekurangannya. Proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Komunikasi pada Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penulis menyadari dalam pembuatan proposal ini masih ada yang harus diperbaiki dan dibenahi, untuk itu penulis mengharapkan sekali saran dan kritiknya untuk dijadikan sebagai sumber perbaikan pada berikutnya, dan semoga proposal penelitian ini memberikan manfaat terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Serang, November 2009

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................ ii
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................ 6
C. Identifikasi Masalah............................................................ 6
D. Tujuan Penelitian................................................................ 7
E. Kegunaan Penelitian........................................................... 7
F. Kegunaan Penelitian........................................................... 7
BAB II . KAJIAN PUSTAKA
A. KerangkaTeori.................................................................... 8
B. Kerangka Pemikiran............................................................ 32
C. Kerangka Operasional........................................................ 35
D. Hipotesis ............................................................................ 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ............................................................... 39
B. Populasi dan Sampel............................................................ 39
C. Teknik Pengumpulan Data................................................... 40
D. Analisis Data........................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Ruslan, Roesady. 2006. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Ruslan, Roesady. 2005. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi: konsepsi dan aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Kotler, Philip.1993, Manajemen Pemasaran:analisis, perencanaan, implementasi & pengendalian. Alih bahasa Jaka Warsa dan Herujjati Purwoko. Jakarta:Erlangga.
Jefkins, Frank, 1995. Public Relations, Alih Bahasa : Haris Munandar. Jakarta, Erlangga.
Rakhmat, Jalaludin.2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Minggu, 08 November 2009

Pengaruh Deferensiasi dan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat

Pengaruh Deferensiasi dan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Pengaruh Deferensiasi Social dalam Masyarakat
Deferensiasi social sebagai gejalayang universal dalam kehidupan masyarakat dan membedakan masyarakat secara horizontal, tentu akan membawa dampak dan pengaruh pada kehidupan bersama. Pembedaan secara horizontal ini tetap akan membawa konsekuensi bagi kelompok-kelompok social yang ada. Ikuti penjelasan dampak derensiasi social dalam masyarakat.
Fanatisme
Pengelompokan masyarakat berdasarkan demensi horizontal inimemiliki dampak pada fanatisme kelompok yang bersangkutan,. Anggota kelompok memiliki ikatan yang kuat dengan kelompoknya dan sekaligus membedakan dirinya dengan kelompok lain. Misalnya deferensiasi berdasarkan agama, akan menmimbulkan fanatisme bagi setiap pemeluk agama yang bersangkutan dan mereka sekaligus membedakan diri dengan kelompok beragama lainya.
Batas-batas kelompoknya lebih jelas dan batas kelompok yang lain juga jelas oleh karena itu fanatisme dapat tumbuh dan berkembang sebagai dampak dari deferensiasi social.
Solidaritas
Solidaritas atau ikatan kebersamaan dapat juga terjadi akibat deferensiasi social yang ada. Solidaritas tumbuh dan berkembang diantara mereka. Deferensiasi karena suku bangsa atau etnik akan membuat ikatan mereka se etnik jauh lebih kuat dibandingkan dengan ikatan mereka diluar etnik. Lebih-lebih bila mereka berada diluar etniknya sebagai pendatang pada etnik yang berbeda, maka solidaritas diantara mereka akan tumbuh dan berkembang sehingga rasa solidaritas diantara mereka semakin tinggi.
Mereka merasa satu bagian dari bagian yang besar dan mereka selalu menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari mereka yang besar tersebut.
Toleransi
Pemahaman akan perbedaan yang horizontal diantara kelompok social yang digolongkan berdasarkan deferensiasi social akan menumbuhkan toleransi diantara mereka.
Mereka mengetahui perbedaan dan batas-batas social diantara mereka. Batas kelompok mereka mereka pahami; kesadaran akan kelompoknya juga mereka merasakan. Sisi lain mereka mengetahui batas-batas dari kelompok deferensiasi social lainya. Pemahaman tentang dirinya dan pemaahaman terhadap diri orang lain akan menyebabkan tumbuhnya toleransi diantara mereka. Mereka menghargai apa yang ada pada kelompok lain dan kelompok lain memahami dan menyadari perbedaan yang ada dalam kelomponya.
Kesadaran akan batas dan perbedaan antara kelompok yang berbeda ini merupakan kesadaran social yang menumbuhkan rasa mau menghargai perbedaan sebagai wujud toleransi social yang ada
Pengaruh Startifikasi Sosial dalam Masyarakat
Stratifikasi social adalah pembedaan masyarakat kedalam lapisan-lapisan social berdasatrkan demensi vertical akan memiliki pengaruh terhadap kehidupan bersama dalam masyarakat. Ikuti urain tentang dampak stratifikasi social dalam kehidupan masyarakat berikut ini.
Eklusivitas
Stratifikasi social yang membentuk lapisan-lapisan social juga merupakan sub-culture, telah menjadikan mereka dalam lapisan-lapisan gtertentu menunjukan eklusivitasnya masing-masing. Eklusivitas dapat berupa gaya hidup, perilaku dan juga kebiasaan mereka yang sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lain.
Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan; sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas social mana seseorang berasal.
Eklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan diantara kelas social tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas social dibawahnya atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sanma dengan kelas mereka.
Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri dapat terjadi dalam stratifikasi social yang ada dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam stratifikasi social atas akan menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi social rendah.
Pola perilaku kelas social atas dianggap lebih berbudaya dibandingkan dengan kelas social di bawahnya. Sebaliknya kelas social bawah akan memandang mereka sebagai orang boros dan konsumtif dan menganggap apa yang mereka lakukan kurang manusiawi dan tidak memiliki kesadaran dan solidaritas terhadap mereka yang menderita. Pemujaan terhadap kelas sosialnya masing-masing adalah wujud dari etnosentrisme.
Konflik Sosial
Perbedaan yang ada diantara kelas social dapt menyebabkan terjadinya kecemburuan social maupun iri hati. Jika kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik social antara kelas social satu dengan kelas social yang lain.
Misalnya demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah atau peningkatan kesejahteraan dari [perusahaan dimana mereka bekerja adalah salah satu konflik yang terjadi karena stratifikasi social yang ada dalam masyarakat.
Copy by: www.wangmuba.com

Selasa, 03 November 2009

Memberdayakan Kaum Urban...

Fenomena urban -pendatang baru di perkotaan-pun tidak dapat dihindari dan sulit dibendung saat arus balik lebaran terjadi. Pemerintah kota yang menjadi sasaran urban seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota lain, sering tidak berdaya membendung banyaknya para urban ini.

Langkah sweeping identitas serta operasi bentuk lain pun tidak bisa membendung kenekatan para urban untuk masuk kota.

Puluhan ribu penduduk dari berbagai pelosok desa, menyerbu pusat kota untuk mengadu nasib. Para urban berharap mendapat pekerjaan layak yang bisa meningkatkan taraf hidup. Tidak seperti yang dialami di desa. Pasalnya, para urban ini tidak mendapat pekerjaan atau terlalu kecil pendapatan dari hasil kerja di pedesaan. Mereka berasumsi bekerja di perkotaan bisa menghasilkan uang besar dibandingkan aktivitas di kampung halaman.

Faktor ekonomi masih merangsang penduduk desa untuk masuk kota metropolitan yang penuh dengan berbagai aktivitas, mulai perdagangan, pembangunan fisik, industri, perkantoran, bidang jasa, serta sektor lain yang bisa menjadi lahan pekerjaan.

Di pedesaan lapangan kerja sangat terbatas dan masih didominasi pertanian yang akhir-akhir ini makin tidak diminati para pemuda desa. Bekerja di sektor pertanian sangat kecil hasilnya. Perimbangan antara biaya pengolahan lahan-sawah dan ladang- tidak sebanding dengan harga jual. Sementara bidang usaha pada sektor lain masih sulit berkembang dan belum merata hingga pedesaan.

Memang, hampir 75 persen investasi dalam berbagai bidang usaha masih berada di perkotaaan. Sehingga peredaran uang pun masih terpusat di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Jakarta. Sirkulasi uang di perkotaan inilah yang menjadi rebutan para urban untuk berebut mengadu nasib.

Dilihat dari sisi ini, urbanisasi merupakan proses alam yang berlangsung karena kondisi sosial menuntut terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota. Sebab hidup di perkotaan lebih menjanjikan penduduk untuk meningkatkan taraf hidupnya. Meskipun tidak sedikit warga kota yang juga hidup di bawah layak dengan pendapatan kecil.

Derasnya urbanisasi memang memunculkan berbagai konsekuensi. Salah satunya adalah jumlah penduduk kota semakin padat, Jumlah penduduk urban berkisar antara 8-10 % persen dari jumlah penduduk setiap pasca-Lebaran.

Problem dan beban kota akan semakin bertambah seperti tingginya angka kriminalitas, pelacuran, permasalahan air bersih, perumahan dan sebagainya. Problem kemacetan lalu lintas, melubernya PKL, perumahan di atas stren kali, banjir, sampah yang tidak terkendali, serta problem kota lain merupakan social cost yang harus ditanggung kota tujuan kaum urban.

Jika urban tidak terkendali maka kemampuan daya dukung alam (carrying capacity) tidak memadai dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Misalnya, luas Surabaya itu sekitar 32.636.68 hektar. Jika penduduknya mencapai 5 juta jiwa maka setiap jiwa hanya disuplai lingkungan alam seluas 650 meter persegi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap kesehatan, problem kemiskinan dan menimbulkan makin beratnya problem kota..

Berdasarkan survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB) Kota Surabaya tentang kemiskinan di Surabaya sampai tahun 2005, menunjukkan dua tahun terakhir angka kemiskinan di Surabaya meningkat signifikan, yakni 14, 85 persen. Pada tahun 2003, jumlah Kepala Keluarga (KK) miskin 90.084 KK. Sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 103.462 KK. Begitu juga dengan angka jiwa miskin. Pada tahun 2003 jumlah jiwa miskin di Surabaya 323.789 jiwa, pada tahun 2005 menjadi 2.367.849 jiwa atau meningkat 13.81 persen.

Namun, fenomena ini tidak menjadi pertimbangan utama bagi kaum urban. Penduduk desa tetap tergiur dengan kehidupan ekonomi di kota-kota besar. Karena hanya melihat enaknya, hantu kegagalan para urban dalam meniti hidup tidak dipertimbangkan. Padahal mengadu nasib di kota besar diperlukan kemampuan-kemampuan untuk mendukung usahanya mencari kerja, seperti pendidikan yang menunjang, keahlian, dan kenalan yang lebih dulu berhasil.

Di antara faktor pendorong (push factor) derasnya urbanisasi adalah adanya kesenjangan produktivitas antar sektor pertanian dengan industri yang semakin menganga lebar. Hasil pertanian masyarakat tidak sebanding dengan hasil produksi sektor industri. Padahal 80 persen penduduk masih hidup secara agraris.

Kesenjangan ini memunculkan kemiskinan menjadi terpusat di pedesaan yang mayoritas penduduknya masih bergelut di sektor pertanian yang kini makin memprihatinkan. Pengangguran di desa semakin meningkat seiirng bertambahnya populasi penduduk setiap tahun, di tambah tidak terciptanya lapangan pekerjaan sektor riil di pedesaan.

Pendidikan yang belum merata juga turut andil peningkatan jumlah kaum urban di kota-kota besar setiap tahunya. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat desa juga masih rendah. Sedangkan penduduk yang telah mengenyam pendidikan tinggi dan bisa berkreasi menciptakan lapangan pekerjaan senang hidup di kota.

Cukup kompleks langkah yang harus dilakukan untuk menanggulangi arus urbanisasi. Paling tidak ada tiga pilar utama dalam pelaksanaan program penanggulangan urbanisasi. Pertama, mengembangkan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi kelompok masyarakat miskin di pedesaan. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang bisa merelokasi atau mengembangkan pusat perdagangan dan industri hingga ke pedesaan. Dengan langkah ini lapangan kerja di desa akan meningkat dan angka pengangguran jelas menurun.

Kedua, memberdayakan kapasitas dan kemampuan kelompok masyarakat pedesaan. Masyarakat desa perlu mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang bisa meningkatkan pemahaman dan keterampilan agar bisa meningkatkan pendapatan dari sumber daya alam di sekitar. Misalnya, para petani tidak hanya memahami cara bertani saja tetapi bisa memasarkan dan mengolah hasil tani menjadi produk lain yang bisa dipasrkan.

Ketiga, meningkatkan kualitas jaring pengaman sosial bagi kelompok masyarakat pedesaan yang tergolong sangat miskin. Stimulus program pemberdayaan perlu digalakkan kembali agar memunculkan kreativitas di luar aktivitas sektor pertanian.

Martin Luther King terkenal dengan ucapannya yaitu you are as strong as the weakest of the people --kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih lemah dan miskin. Ungkapan tersebut dapat dijadikan inspirasi bagi kita semua tentang pentingnya penghapusan kemiskinan dan penanggulangan urbanisasi yang tak terkontrol.

Berurbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandekan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mencari lowongan pekerjaan dan fragmentasi lahan
Pendek kata, para urban di kota perlu diperdayakan. Jangan diusir pulang ke daerah asal sebelum pemerintah mampu menangani problem kemiskinan desa, meratakan pendidikan, dan menyebarkan pusat industri dan perdagangan hingga pedesaan. Sebab para urban juga berhak berkompetisi di kota dalam rangka meningkatkan taraf hidup.
gacerindo.com

URBANISASI: DAMPAK NEGATIF LINGKUNGAN KOTA

URBANISASI: DAMPAK NEGATIF LINGKUNGAN KOTA


Abstrak:
Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan bisa mendapat kehidupan yang layak. Selain itu, daya tarik daerah tujuan juga menentukan masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Para urban yang tidak memiliki skill kecuali bertani akan kesulitan mencari pekerjaan di daerah perkotaan, karena lapangan pekerjaan di kota menuntut skill yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi, lapangan pekerjaan yang juga semakin sedikit sehingga adanya persaingan ketat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki skill hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar, pembantu Rumah Tangga, tukang kebun, dan pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot daripada otak. Sedangakn masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, umumnya hanya menjadi tunawisma, tunakarya, dan tunasusila. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan kota sehingga menambah permasalahan yang ada di kota.

Kata kunci: urbanisasi, lingkungan kota, proses urban.

Pendahuluan
Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan penyebaran yang relatif tidak merata membawa pengaruh besar bagi terjadinya perpindahan penduduk antar wilayah. Dewasa ini, perpindahan penduduk yang sedang marak terjadi yaitu urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota (Mantra, 2000). Jika ditinjau dari perspektif ilmu kependudukan, urbanisasi adalah persentase penduduk yang tinggal di dareah perkotaan ( Saat ini, urbanisasi telah menjadi trend baru di masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang berbondong-bondong melakukan urbanisasi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Arus urbanisasi yang semakin meningkat tersebut menimbulkan suatu proses tentang keruangan pada kota tujuan urban.
Daerah yang menjadi tujuan masyarakat dalam melakukan urbanisasi biasanya adalah kota besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan sudah maju baik dalam segi perekonomian dan pendidikan. Masyarakat menentukan daerah tujuan tidak semata berasal dari pemikiran dan niatan dari diri mereka, tetapi umumnya berasal dari sebuah pengaruh yang kuat. Pengaruh tersebut biasanya dalam bentuk ajakan yang datang dari orang-orang sekitar yang telah melakukan urbanisasi sebelumnya, informasi-inforamsi yang ada media massa tentang daerah tujuan, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal yang mendorong masyarakat maupun daerah tujuan yang menjadi daya tarik masyarakat dalam melakukan urbanisasi.
Faktor penarik maupun pendorong tersebut seringkali mempengaruhi pikiran masyarakat dengan kuat, sehingga masyarakat merasa yakin dengan keputusan melakukan urbanisasi tanpa memikirkan faktor-faktor lain yang mereka butuhkan di daerah tujuan urban. Hal inilah yang tentunya akan menjadi masalah di daerah perkotaan sehingga gejala urbanisasi dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan arah yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang mengharapkan urbanisasi dapat membantu perekonomian masyarakat. kota yang menjadi tujuan urban akan menjadi lebih maju apabila para urban yang datang memilliki skill yang sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan di kota. Namun, umumnya masyarakat yang hijrah ke kota tidak memiliki skill yang lain kecuali bertani. Hal ini tentunya tidak bisa membantu para urban untuk mendapatakn pekerjaan yang layak di daerah tujuan, sehingga urban harus mencari pekerjaan yang sesuai dengan skill yang mereka miliki. Sedangkan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan atau bahkan tidak mempunyai tempat tinggal akan menjadi masalah di daerah perkotaan yang berdampak pada linkungan kota. Lingkunagn kota yang seharunya mengalami perbaiakn justru menagalami penurunan.

Proses Urbanisasi
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya ( kutipan). Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut King dan Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes), yaitu
1) Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik kota-desa.
3) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
4) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik).
a. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
Mastarakat di daerah perkotaan memiliki gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Gaya hidup di perkotaan baik itu berupa cara berpakaian, cara berbicara, bahkan budayapun sangat berbeda jauh dengan di desa. Masyarakat di kota lebih suka dengan hal-hal yang berbau kemewahan dan juga kepraktisan/instan Karena bagi masyarakat kota sesuatu hal yang praktis lebih efisien baik dalam hal waktu.
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, sarana dan prasarana yang ada di kota pun menjadi semakin lengkap. Hal ini menyebabkan seseorang yang berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadi tergiur untuk mengadu nasib di kota.
Banyak lapangan pekerjaan di kota
Di daerah perkotaan terdapat banyak sekali lapangan kerja baik di sektor perdagangan maupun industri. Banyaknya lapangan pekerjaan tersebut menyebabkan masyarakat desa berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Hal itu karena lapangan pekerjaan di desa lebih sedikit dan terkadang pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuh.

Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
Salah satu daya tarik daerah perkotaan juga berasal dari masyarakat di kota tersebut. Penampilan masyarakat perkotaan baik perempuan maupun laki-laki sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Masyarakat kota cenderung mementingkan penampilan mereka daripada masyarakat pedesaan. Penampilan masyarakat perkotaan lebih terawat dan mengikuti mode. Hal ini menyebabkan masyarakat kota terlihat lebih cantik dan ganteng. Hal ini membuat daya tarik terssendiri bagi masyarakat yang ingin berhijrah ke kota untuk mencari jodoh.
Pengaruh buruk sinetron Indonesia
Dewasa ini, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan sudah bisa merasakan kemajuan teknologi. Hampir seluruh masyarakat desa sudah bisa menikmati tayangan televisi. Umumnya tayangan televisi yang paling diminati oleh masyarakat di daerah pedesaan yaitu sinetron yang kebanyakan menampilkan kehidupan di daerah perkotaan. Secara tidak langsung, tayangan ini mempengaruhi masyarakat di desa untuk berangan-angan hidup di kota yang akhirnya menimbulkan niatan untuk hijrah ke kota.
Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
Masyarakat pedesaan yang mengerti akan pentingnya pendidikan umumnya akan memilih sekolah maupun pergurua tinggi di kota. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan lebih lengkap dan adanya tenaga pelajar yang profesional.
b. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
Lahan pertanian yang semakin sempit
Mayoritas masyarakat pedesaan memiliki sumber pendapatan dari bertani, baik menjadi petani maupun buruh tani. Namun saat ini, lahan pertanian yang ada di desa sudah semakin sempit seiring pertumbuhan masyarakat yang begitu pesat. Lahan-lahan yang awalnya digunakan untuk bercocok tanam mulai dijadikan sebagai area perumahan maupun perdagangan.
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
Kebudayaan yang ada di pedesaan, umumnya masih kuno dan cenderung mengikat kehidupan masyarakat pedesaan. Berbeda halnya dengan di daerah perkotaan yang cenderung bebas dalam melakukan sesuatu, bahkan mungkin budaya ketimuran telah terlupakan. Terkadang masyarakat pedesaan lebih tertarik dengan kebudayaan orang perkotaan karena masyarakat pedesaan menganggap masyarakat kota lebih modern daripada di desa, sehingga tidak jarang masyarakat desa itu hijrah ke kota untuk merubah penampilan dan karakter mereka agar tidak dianggap kuno. Bahkan masyarakat desa itu mulai mengindahkan budaya asal mereka.
Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Masyarakat pedesaan mayoritas bekerja di ladang, entah itu menjadi petani ataupun buruh. Hal ini sangat berbeda dengan lapangan pekerjaan yang ada di kota. Lapangan pekerjaan di kota melimpah ruah sehingga dapat memilih jenis lapangan pekerjaan mana yang sesuai dengan status pendidikan. Masyarakat pedesaan pada umumnya tergiur dengan penghasilan tinggi yang ditawarkan pekerjaan di kota. Sehingga banyak sekali masyarakat pedesaan berbondong-bondong pergi ke daerah perkotaan dengan alasan pekerjaan di kota bisa mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.
Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
Kurangnya sarana dan prasarana di desa menyababkan masyarakat desa banyak memutuskan untuk pergi ke kota. karena di desa masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kemampuannya. Berbeda di kota, sarana dan prasarana lebih lengkap sehingga lebih mudah untuk mengembangkan kemampuan yang ada.
Diusir dari desa asal
Kebudayaan di desa lebih kental dengan adat-istiadat yang begitu keras, sehingga apabila seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan maupun adat-istiadat tersebut dapat diusir dari desa asal. Akibat dari pengusiran tersebut, orang itu akan beralih ke kota dan tidak akan kembali ke desa. Masyarakat desa lain yang mungkin kurang setuju atau ketakutan diusir dari desa memilih untuk pindah ke kota. karena mereka menganggap kehidupan di perkotaan lebih bebas dan tidak terkekang.
Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Setiap individu memiliki impian untuk hidup lebih baik, begitu juga halnya dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang memiliki penghasilan rendah umumnya beranggapan bahwa daerah perkotaan merupakan ladang untuk mendapatkan penghasilan sehingga bisa mencapai impian setiap individu.


Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1. Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2. Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
3. Penyebab bencana alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
4. Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5. Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
6. Merusak tata kota
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.

Penutup
Berdasarkan pengertian urbanisasi ditinjau dari segi geografis, urbanisasi memiliki empat proses utama keruangan. Proses tersebut meliputi, pemusatan kekuasaan pemerintah kota, arus modal dan investasi, difusi inovasi dan perubahan, dan migrasi dan pemukiman baru. Proses-proses tersebut berpengaruh terhadap kehidupan dan lingkungan di daerah tujuan urbanisasi. Masyarakat yang melakukan urbanisasi memiliki beberapa alasan dilihat dari faktor pendorong dan penarik. Faktor-faktor tersebut bisa mengarahkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi hal tersebut hanya bisa terlaksana bila para urban memiliki skill yang dibutuhkan di daerah tujuan. Sebaliknya, jika masyarakat tersebut hijrah ke kota tanpa dibekali skill yang memadai dapat menimbulkan masalah bagi kota tujuan, yang paling merasakan dampak dari urbanisasi adalah lingkungan kota tersebut. Urbanisasi lebih banyak mendatangkan dampak negatif daripada dampak positif bagi lingkungan kota.
Daftar Pustaka

Bintarto, R. 1986. Urbanissasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mantra, Ida Bagoes. 2000. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
NN. 2008. Urbanisasi, (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi, diakses 21 November 2008)